Minggu, 24 Mei 2009

Hakikat Pencari Illahi

۞.Hakikat Pencari Illahi

Apa yang dalam khasanah islam diebut sebagian sufi sebenarnya adalah mereka yang dalam kehidupan bergabung dengan kafilah pencari illahi. Sufi atau pencari illahi adalah orang yang menempuh perjalanan rohani menuju hakikat dengan cinta dan kesetiaan. Dia mengetahui bahwa perwujudan hakikat hanya mungkin bagi orang yang sempurna (al insan kamil). Sebab dalam keadaan cacat rohani, manusia tidak dapat memahami hakikat. Sebab kecacatan rohani akan menyebabkan kesalahan dalam memahami hakikat dan tidak menyadarinya.
Dalam pandangan seorang pencari illahi, apa yang dikenal “”sebagai nafsu yang memerintahkan kepada kejahatan””(al-nafs al-ammarah), yang bersemayam dibawah alam sadar, benar-benar mengendalikan dan menguasai pikiran serta perilaku setiap orang. Akibatnya daya pilah seseorang diselubungi hasrat dan daya tarik ‘nafsu yang memerintahkan kepada kejahatan’ itu, sehingga pemilahanya dengan sendirinya menjadi gagal.
Jadi, seorang pencari illahi adalah seorang yang menjalankan rohaninya dengan segenap kesucian dan kebersihan menuju puncak perjalanan, ya itulah Allah. dengan cara mengesampingkan segala hal yang selain Allah (ghairullah) sambil terus berjuang mengendalikan hawa nafsunya. Termasuk dalam proses kehidupan duniawi ketika berinteraksi dengan banyak manusia yang sebenarnya adalah ‘diri kita’ dalam bentuk wadah tubuh yang berbeda.
Dalam hal ini kita bertemu dengan konsep keagamaan murni yang diinginkan sunan kajenar bahwa semua tindakanriil kita antar sesama manusia harus merupakan wujud dari refleksi keimanan kepada Tuhan. Sunan kajenar juga berbeda dalam menerjemahkan makna zakat. Menurutnya zakaat tidak terfokus pada pengeluaran 2,5% dari harta yang kita punya. Ketika seseorang merasa punya harta dan menemukan orang yang patut dibantu maka dia harus segera mengeluarkan sebagian hartanya. Itulah yang dia sebut zakat. Jadi zakat baginya tidak tergantung pada waktu (setahun sekali ) dan jumlahzakat yang mesti di keluarkan menurut aturan fiqih. Namun merupakan hal yang sangat urgent dan fungsional bagi interaksi manusia yang dipenuhi dengan hasrat ke-illahian.
Lebih lagi, mereka adalah orang yang memiliki kemurnian kesadaran dan luasnya spiritual rohaniah serta kecemerlangan hati. Sehingga dengan limpahan nurullah, mereka memiliki ma’rifat yang sempurna dari Allah dan tidak memiliki penolong selain Allah. oleh karenannya segala hal yang menimpa mereka secar fisik tidak mengetarkan semangatnya dalam mengapresiasikan Tuhan dilingkungan dunia manusia. Wajar saja walaupun dihadapkan pada ancaman nyawa sekalipun, mereka tidak pernah bergeming dari sikap nyata itu. Hal ini sudah terjadi pada tokoh sufi martir seperti abu manshur al-hallaj, syuhrawardi al-maqtul,’ayn al-quddat al-hamadani, syekh siti jenar, syekh amongraga, ki baghdad, kiai babeluk, syekh mutamakin dan sebagainya.
Jadi para pencari Tuhan adalah mereka yang memurnikan hati dalam berhubungan dengan makhluk-makhluk lain, meninggalkan sifat-sifat manusiawi, menghindari godaan jasmani, mengambil sifat-sifat ruh, mngikatkan pada ilmu-ilmu hakikat dan hikmah, menasehati seluruh manusia, dan mengarahkan satu tujuan hanya pada Tuhan dalam ikatan kesetiaan atas visi rasulullah. Pada sisi inilah konsepsi Nur Muhammad menemukan relevansinya bagi kehidupan manusia.
Seorang sufi besar Dzun Nun Al-Misri menegaskan bahwa kehidupan sufi ditegakkan atas empat tonggak: 1. tidak bergaul dengan Allah kecuali dengan muwafaqah (menyesuaikan dengan-Nya). 2. Tidak bergaul dengan makhluk kecuali dengan munashahah ( saling menyayangi dan memberi nasehat). 3. Tidak bergaul dengan nafsu kecuali dengan mukhalafah (membantah dan mengendalikanya). 4. Tidak bergaul dengan setan kecuali dengan muharabah (memusuhi dan memerangi). Sehingga dunia ini menjadi ajang bagi fungsionalisasi raga untuk keakhiratan. Dalam istilah sunan kajenar, dunia justru menjadi alam kematian yang harus ditinggalkan agar memperoleh kehidupan sejati di alam kehidupan yang sesungguhnya. Penulis dengan sadar banyak yang belum bisa menerima pendapat ini. Sama dengan pengalaman penulis sendiri pada awalnya memang tidak bisa di cerna dengan kedangkalan kita. Tetapi dengan keteguhan jiwa ingin mencari kebenaran sejati, lambat laun ternyata sang pembuka ( al fattah) memberi bimbingan sedikit demi sedikit. Hingga bisa menemukan landasan yang ingin dicari walaupun masih banyak memerlukan bimbingan guru rohani..
Dengan demikian kehadiran para tokoh sufi yang bersih adalah untuk memenuhi kebutuhan bahwa dalam setiap umat terdapat kelompok terpilih ( al-mushthafa) yang menjadi wakil Tuhan dan kekasihnya. Disembunyikan oleh-nya dari makhluk-nya yang lain. Dan itulah yang disebut sufi atau yang kadang disebut waliyullah.
Hanya saja dalam setiap kurun sejarah selalu muncul para sufi dan wali palsu yang selalu mendakwakan dirinya sebagai sufi yang telah mencapai makrifatullah. Menyatu dengan Allah. bahkan menyatakan wali sempurna namun justru perintang manusia menuju ke-illahian dan kemanunggalan. Belum tentu bahwa keadaan mereka memang sebenarnya seperti itu. Bagi sodara yang ingin mencari jalan kebenaran menuju illahi carilah sang guru yang benar-benar ahlinya, supaya bisa menuntun jalan kita menuju kehadiratnya.
Sufi yang sebenarnya dapat di kenali dengan mudah karena ia tetap : 1. Secara dzahir mengamalkan syari’at yang teraplikasi bagi kehidupan manusia, dalam arti syari’at mashlahiyah, dan 2. Secara rohani dapat di jadikan contoh teladan karena mewarisi kerohanian Nabi Muhammad. Pada sisi ini syari’at dipahami sebagai segala bentuk perangkat dalam kesertaan sang pencari illahi dalam mewujudkan eksistensi kekhalifahan dalam rangka menciptakan kemaslahatan manusia. Inilah inti al-islam. Sebuah kepasrahan kepada Tuhan yang mendatangkan kerahmatan bagi seluruh alam (al-islam li al-‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar