Sabtu, 04 April 2009

Manunggaling kawulo Gusti

SIAPA yang berada satu tubuh dengan kita, yang berfungsi menyokong kehidupan kita. Mereka adalah Indera Penglihat, Indera Pencium, Indera Pendengar, dan Indera Perasa / Peraba. Indera Penglihat diwakili oleh Mata, Indera Pencium oleh hidung, Indera Pendengar adalah Telinga, dan Mulut mewakili Indera Perasa / Peraba. Untuk menjadi MANUNGSA SEJATI, kendalikanlah inderamu, kendalikanlah nafsumu. Ketika seseorang melihat uang tergeletak di jalan, maka timbullah nafsu untuk memilikinya. Ketika seseorang mendengar bahwa tetangganya baru saja membeli televisi plasma 30 inci, maka timbullah nafsu untuk memiliki pula, ketika niat itu tidak sampai, maka muncullah perasaan iri dan dengki. Seorang laki - laki membaui harumnya parfum seorang gadis, kemudian ia terangsang untuk memadu asmara dengan si gadis. Seseorang yang tidak bisa menahan dirinya, menggunakan lidah dan mulutnya untuk merasakan minuman dan makanan yang dilarang. Penggunaan Sedulur Papat untuk hal yang demikian tentu akan runyam jadinya.

Ketika seseorang melihat uang tergeletak di jalan, dan hatinya tergerak untuk mengembalikan kepada yang berhak. Ketika seseorang mendengar bahwa tetangganya sukses dan itu menjadikan semangat bagi dirinya untuk meraih kesuksesan pula. Ketika Seseorang membaui wangi tubuh lawan jenisnya dan ia mampu menahan gejolak birahinya. Ketika lidah dan mulut memuji kebaikan Sang pencipta. Di sanalah letak pengendalian nafsu. Ia menghormati Sedulur Papatnya dengan menunaikan tindakan yang baik dan menjauhi kebobrokan, dan dengan cara itulah ia merawat mereka. Jadi jelaslah kini bagi mereka yang ingin menyaksikan siapa itu sedulur papatnya, silakan ambil cermin dan amati serta kenalilah mereka.

MANUNGSA SEJATI adalah ia yang mampu mengendalikan nafsunya. Sebagai PANCER mampu mengendalikan PLASMA-nya. Falsafah Sedulur Papat Lima Pancer tidak hanya ada di dalam diri manusia sebagai filosofi dan jalan hidup namun juga dapat dilihat pada kehidupan sehari - hari. Di Jawa dikenal satuan minggu yang berisi 5 hari. Minggu yang berisi 5 hari ini biasa disebut PASARAN. Pasaran atau hari pasaran adalah hari dimana sebuah pasar dibuka. Biasanya yang menjadi awal adalah Pasar Kliwon yang selalu terletak di pusat kota / pusat keramaian, dan kemudian dikelilingi oleh 4 daerah lain yang masing - masing memiliki pasar yang buka pada pasaran Wage, Pon, Pahing, dan Legi. Pada pasaran Kliwon, maka pedagang dan pembeli akan berduyun duyun menuju pasar kliwon. dan pada hari - hari berikutnya mereka akan mengunjungi pasar yang lain secara bergantian. Dengan demikian di masyarakat terdapat perputaran arus uang yang adil antara PUSAT dan DAERAH, sebab masing - masing mendapatkan giliran untuk menyelenggarakan perekonomian. Pusat tidak melulu merampas hak - hak daerah, dan karena hak - haknya terpenuhi maka daerah-pun tidak akan berniat melepaskan diri dari kewenangan pusat. Lihatlah keadaan Nusantara masa kini, betapa arus uang hanya beredar di pusat dan di daerah - daerah banyak sekali pembangunan yang terbengkelai. Pada akibatnya hal ini menjadikan banyak daerah yang ingin melepaskan diri.

Mari kita perhatikan tipikal bentuk - bentuk kota di Jawa. Di tengah - tengah ada ALUN ALUN, kemudian disana ada KERATON, PENJARA, PASAR, dan MASJID yang mengelilinginya. Alun - alun atau tanah lapang adalah tempat RAKYAT BERKUMPUL. Keraton adalah tempat pemerintahan, Penjara adalah tempat pelaksanaan hukuman, pasar tempat pelaksanaan perekonomian, dan masjid sebagai sarana pendidikan dan peribadatan. Jadi jelas orang Jawa selalu berorientasi pada RAKYAT yang disimbolkan dengan Alun - alun yang terletak di tengah-tengah keempat bangunan yang lain itu. Nah semua aktifitas yang berlangsung di pusat pemerintahan, pendidikan dan peribadatan, perekonomian, dan penegakan hukum semuanya harus bermuara pada kesejahteraan rakyat. Secara vertikal, Pemimpin adalah PANCER dan rakyat adalah PLASMA. Sinergi keduanya akan membawa kemakmuran bagi negeri yang bersangkutan. Nah saat ini bagaimana kelakuan pemimpin kita? sudahkah mereka berorientasi kepada rakyat? sudahkah mereka menjadi PANCER yang dapat diandalkan? Sudahkah aktifitas pemerintahan, pendidikan dan peribadatan, kegiatan ekonomi, dan penegakan hukum dijalankan demi kemakmuran rakyat? Tanyalah kepada rumput yang bergoyang...

Ketika PANCER dan PLASMA bersinergi dengan sangat harmonis, maka terwujudlah apa yang disebut dengan MANUNGGALING KAWULA GUSTI. Manunggal bukanlah fusi. Manunggal adalah sinergi. Ibarat Sesotya lan embane, Permata dan cincinnya. Dalam sebuah cincin permata, masih bisa dilihat mana yang permata dan mana yang emas. Namun ketika sudah menjadi cincin maka keduanya bersinergi menjadi perhiasan yang bisa mempercantik diri seorang manusia. Jadi manunggaling kawula gusti adalah keadaan dimana DIRI PRIBADI menjelma menjadi sosok yang SADAR akan fungsi dan peranannya. Orang tua bila berada di rumah menjadi PANCER sebuah keluarga dimana PLASMA-nya adalah putra - putrinya. Namun ketika Si Ayah bekerja di kantor, maka ia berubah menjadi PLASMA dan pancernya adalah DIREKSI perusahaan yang bersangkutan. Ketika berada di rumah Ayah berhak mendapatkan kehormatan, namun saat berada di kantor ia harus memberikan penghormatan. Demikianlah wujud dari manunggalnya kawula lan Gusti. Kita sebagai makhluk harus TAHU DIRI dan bisa menempatkan diri kita sesuai dengan bakat dan keahlian yang kita miliki. Jangan menghakimi dan mudah melaknat orang lain karena kita BUKAN Gusti. Gusti-lah yang berhak menjadi hakim penentu kebenaran yang hakiki. Maka dari itu hiduplah sesuai dengan petunjuk Gusti, dan petunjuk Gusti itu sesungguhnya ada di mana - mana, karena kemanapun kita menoleh apabila kita sudah secara KONSTAN SADAR akan keberadaan GUSTI, maka kemanapun kita menghadapkan wajah kita di situlah kita menatap wajah Gusti.

Jadi Manunggaling Kawula Gusti belum tentu berarti bersatunya Makhluk dengan Penciptanya, melainkan SINERGI diantara keduanya yang melahirkan keteraturan dan keharmonisan di alam raya ini. Warangka manjing curiga, curiga manjing warangka. Bagaimana bentuk sinerginya? maka kita kembali lagi ke bagian awal tulisan ini yaitu dengan jalan menyadari akan hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan titah dumadi yang lain di alam semesta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar