Kamis, 09 April 2009



    Mawlana Jalaludin Rumi
    Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
    ( Grandson of Mawlana Rumi )“Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan,
    Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih
    jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
    orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih
    yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai, dia
    begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
    Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang
    tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan
    mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika
    kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.( Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil
    al-Haqqani - Cucu dari Mawlana Rumi, Lefke, Cyprus
    Turki, September 1998)————————————–Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang
    tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah
    guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat
    yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah
    sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh
    besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan
    kalangan seniman sekitar tahun l648.Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan
    akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di
    zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit
    itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila
    mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu
    yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan
    cepat mereka ingkari dan tidak diakui.Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah
    yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib.
    Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula,
    kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat
    mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam
    agama samawi, bisa menjadi goyah.Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam
    menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan
    yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan
    para budak yang tunduk patuh kepada panca indera.
    Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah.
    Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak
    terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula
    memanjakannya.”Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena
    tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum
    pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan
    selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah
    penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang
    lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang
    tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah
    Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah
    kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.PENGARUH TABRIZFariduddin Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi,
    ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun
    pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan
    menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian
    mencatat, ramalan Fariduddin Attar itu tidak meleset.Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30
    September 1207. Mawlana Rumi menyandang nama lengkap
    Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi.
    Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya
    dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal
    sebagai daerah Rum (Roma).Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah
    seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena
    kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia
    digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu
    menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan
    mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin
    ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh
    hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk
    keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima
    tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup
    berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain.
    Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut).
    Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya
    (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap
    di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad,
    mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga
    mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama
    yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula
    ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada
    Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan
    pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga
    menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu.
    Beliau baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut
    mengajar di perguruan tersebut.Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya
    sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya
    yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga
    menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak
    tokoh ulama yang berkumpul di Konya. Tak heran jika
    Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul
    para ulama dari berbagai penjuru dunia.Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau
    sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi
    adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah
    yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana
    seorang ulama, beliau juga memberi fatwa dan tumpuan
    ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu
    berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau
    berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin
    alias Syamsi dari kota Tabriz.Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan
    khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya.
    Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni Syamsi
    Tabriz–ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan
    riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu
    Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat
    pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab.
    Akhirnya Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah
    bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada
    Tabriz yang ternyata seorang sufi.Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku
    ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar
    tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari
    sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski
    sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah
    kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu
    melihat kandungan ilmu yang tiada taranya.”Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan
    Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk
    berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan
    mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi
    penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan
    menyanjung gurunya itu, beliau tulis syair-syair, yang
    himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams
    Tabriz. Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya,
    dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat Syams Tabriz.Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi
    baru, Syaikh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas
    dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa
    hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair
    yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi.
    Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700
    bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
    tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk
    apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
    Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karya
    tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat
    baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam
    bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang
    metafisika), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya
    kepada sahabat atau pengikutnya).Bersama Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan
    Thariqat Maulawiyah atau Jalaliyah. Thariqat ini di
    Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para
    Darwisy yang berputar-putar). Nama itu muncul karena
    para penganut thariqat ini melakukan tarian
    berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling,
    dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.WAFATNYA MAWLANA RUMISemua manusia tentu akan kembali kepada-Nya.
    Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya
    tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar
    bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, tengah menderita
    sakit keras. Meskipun demikian, pikiran Rumi masih
    menampakkan kejernihannya.Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan,
    “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu
    dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika
    engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan
    bermakna baik. Tapi kematian ada juga yang kafir dan
    pahit.”Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember
    1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke
    Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan,
    penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan
    kepulangannya. Malam wafatnya beliau dikenal sebagai
    Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para
    pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati
    tanggal itu sebagai hari wafatnya beliau.“SAMA”, Tarian Darwis yang BerputarSuatu saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya
    dalam tarian “Sama” ketika itu seorang sahabatnya
    memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan,
    “Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan
    Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis juga
    berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama
    yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi
    Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud musik
    cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi
    dalam Musik dan Sama, dimana musik merupakan gerbang
    menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron yang
    mengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha
    Pencipta. Semasa Rumi hidup tarian “Sama” sering
    dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan
    minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat
    Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota
    Konya.Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji
    Sama dan perasaan harmonis alami yang muncul dari
    tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi
    menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika
    gendang ditabuh seketika itu perasaan extase merasuk
    bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.Tarian Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau
    Tariqah Mawlawiyah ini masih dilakukan saat ini di
    Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh
    Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh
    Nazim dan mawlana Syaikh Hisyam juga merambah
    keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga
    tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak
    kota-kota di Amerika, Eropa dan Asia di bawah
    bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.Tarian Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam
    raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet.
    Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam
    situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan
    khusus pada abad ke tujuh belas. Perayaan ini untuk
    menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi
    dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang
    menyenangkan.Para Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar
    menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya.
    Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan
    seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling
    kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian putih yang
    sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar
    sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau
    abu-abu yang menandakan batu nisan.Akhirnya seorang Syaikh masuk paling akhir dan
    menghormat para Darwish lainnya. Mereka kemudian balas
    menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah
    menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua
    yang mengacu pada keindahan langit senja sewaktu Rumi
    wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw
    yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik,
    gendang, marawis dan seruling ney.Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya
    maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara
    perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan
    yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran
    ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas
    jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan
    kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
    kelahiran kedua.Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka
    mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran
    tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari.
    Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan
    alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan
    musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.Rombongan Penari Darwis, secara teratur menampilkan
    Sama di auditorium umum di Eropa dan Amerika Serikat.
    Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa
    lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini
    sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau
    perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan
    gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir
    penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk
    tangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual
    bukan sebuah pertunjukan seni.Pada abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah
    dikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun
    Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar
    kebebasannya ketika berada dibawah dominasi
    Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja menungkinkan
    Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan
    memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan
    musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad
    ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi
    anggota Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia
    menciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi.Selama abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu
    dari sekitar Sembilan belas aliran sufi di Turtki dan
    sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu dikerajaan
    Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka,
    Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengarh
    diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka
    dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal
    di barat., Di Eropa dan Amerika pertunjukkan keliling
    mereka menyita perhatian public. Selama abad 19,
    sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki
    menarik perhatian banyak kelompok wisatawan Eropa yang
    dating ke Turki.Pada tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan
    diri ditanah kelahiran mereka Turki, setelah Kemal
    Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua
    kelompok darwis lengkap dengan upacara serta
    pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di Konya
    diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum
    Negara.Motivasi utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan
    Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan
    Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat.
    Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi
    modernisasi Turki. Pada saat itulah Syaikh Nazim
    ق mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan
    mengajar agama Islam di Siprus, Turki.Mawlana Syaikh Nazim Adil al-HaqqaniBanyak murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim dan
    menerima Thariqat Naqsybandi Haqqani. Selain itu
    beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah
    Sufi besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau
    Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah, Chisty. Namun
    sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan
    karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang
    Turki di Siprus, agama pun dilarang di sana. Bahkan
    mengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.Langkah Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah
    menuju masjid di tempat kelahirannya dan
    mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkan
    penjara selama seminggu. Begitu dibebaskan, Syaikh
    Nazim ق pergi menuju masjid besar di Nikosia dan
    melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat para
    pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran
    hukum.Sambil menunggu sidang, Syaikh Nazim ق terus
    mengumandangkan azan di menara-menara masjid di
    seluruh Nikosia. Sehingga tuntutannya pun terus
    bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau.
    Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan
    azan, namun Syaikh Nazim ق mengatakan, “ Tidak,
    aku tidak bisa mengehntikannya. Orang-orang harus
    mendengar panggilan azan untuk shalat.”Ketika hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim
    didakwa atas 114 kasus mngumandangkan azan diseluruh
    Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, maka
    beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Tetapi pada
    hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki.
    Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan
    untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih
    menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid
    dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa Arab.
    Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada
    Mawlana Syaikh Nazim.Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara
    dan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempat
    wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang
    kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan
    wisatawan. Melalui sebuah kesepakatan pemerintah
    Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian
    “Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya
    dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat cultural
    untuk para wisatawan.Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara
    Internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan
    berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang
    illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak
    Ataturk melarang agama mereka.Wa min Allah at Tawfiq————————————-Maulana Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan“AKAN tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan
    makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi
    gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,
    menggemakan ucapan-ucapan kita.”Itulah ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan
    Walad, di suatu pagi. Dan waktu kemudian berlayar,
    melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam
    debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap
    berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,” tulis
    Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.Kenyataannya memang demikian. Lebih dari 7 abad, Rumi
    bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama untuk
    pada pengikutnya, the whirling dervishes, para darwis
    yang menari. Setiap tahun, dari tanggal 2-17 Desember,
    jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan
    penjuru angin mereka berarak untuk memperingati
    kematian Rumi, 727 tahun silam.Siapakah sesungguhnya makhluk ini, yang telah
    menegakkan sebuah pilar di tengah khazanah keagamaan
    Islam dan silang sengketa paham? “Dialah penyair
    mistik terbesar sepanjang zaman,” kata orientalis
    Inggris Reynold A Nicholson. “Ia bukan nabi, tetapi ia
    mampu menulis kitab suci,” seru Jami, penyair Persia
    Klasik, tentang karya Rumi,Matsnawi.Gandhi pernah mengutip kata-katanya. Rembrandt
    mengabadikannya dikanvas, Muhammad Iqbal, filsuf dan
    penyair Pakistan, sekali waktu pernah berdendang,
    “Maulana mengubah tanah menjadi madu…. Aku mabuk
    oleh anggurnya; aku hidup dari napasnya.” Bahkan, Paus
    Yohanes XXIII, pada 1958 menuliskan pesan khusus:
    “Atas nama dunia Katolik, saya menundukkan kepala
    penuh hormat mengenang Rumi.”Besar dalam kembaraJalaluddin dilahirkan 30 September 1207 di Balkh, kini
    wilayah Afganistan. Ia Putra Bahauddin Walad, ulama
    dan mistikus termasyhur, yang diusir dari kota Balkh
    tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran itu buntut
    perbedaan pendapat antara Sultan dan Walad.Keluarga ini kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus),
    dan di situ kebeliaan Jalaluddin diisi oleh guru-guru
    bahasa Arab yang tersohor. Tak lama di Damakus,
    keluarga ini pindah ke Laranda, kota di Anatolia
    Tengah, atas permintaan Sultan Seljuk Alauddin
    Kaykobad.Konon, Kaykobad membujuk dalam sebuah surat kepada
    Walad, “Kendati saya tak pernah menundukkan kepala
    kepada seorang pun, saya siap menjadi pelayan dan
    pengikut setia Anda.” Di kota ini ibu Jalaluddin,
    Mu’min Khatum, meninggal dunia. Tak lama kemudian,
    dalam usia 18 tahun, Jalaluddin menikah. 1226, putra
    pertama Jalaluddin, Sultan Walad, lahir. Setahun
    kemudian, keluarga ini pindah ke Konya, 100 Km dari
    Laranda. Di sini, Bahauddin Walad mengajar di
    madrasah. 1229, anak kedua Jalaluddin, Alauddin,
    lahir. Dua tahun kemudian, dalam usia 82 tahun,
    Bahaudin Walad meninggal dunia.Era baru pun dialami Jalaluddin. Dia menggantikan
    Walad, dan mengajarkan ilmu-ilmu ketuhanan
    tradisional, tanpa menyentuh mistik. Setahun setelah
    kematian ayahnya, suatu pagi, madrasahnya kedatangan
    tamu, Burhannuddin Muhaqiq, yang ternyata murid
    terkasih Walad. Dan ketika menyadari sang guru telah
    tiada, Muhaqiq mewariskan ilmunya pada Jalaluddin.
    Burhanuddin pun menggembleng muridnya dengan
    latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama 4 abad
    terakhir oleh para sufi, dan beberapa kali meminta dia
    ke Damakus untuk menambah lmu. 8 tahun menggembleng,
    1240, Burhanuddin kembali ke Kayseri. Jalaluddin Rumi
    pun menggembleng diri sendiri.Cinta adalah menariTahun 1244, saat berusia 37 tahun, Jalaluddin sudah
    berada di atas semua ulama di Konya. Ilmu yang dia
    timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan
    Ibrani, membuat dia nyaris ensiklopedis. Gelar Maulana
    Rumi (Guru bangsa Rum) pun dia raih. Tapi, di sebuah
    senja Oktober, sehabis pulang dari madrasah,
    seseorang yang tak dia kenal, menjegat langkahnya, dan
    menanyakan satu hal. Mendengar pertanyaan itu, Rumi
    langsung pingsan!Sebuah riwayat mengatakan, orang tak dikenal itu
    bertanya, “Siapa yang lebih agung, Muhammad Rasulullah
    yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-Mu seperti seharusnya’
    atau seorang sufi Persia, Bayazid Bisthami yang
    berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku, betapa agungnya
    kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz
    itu mengubah hidup Rumi. Dia kemudian tak lagi
    terpisahkan dari Syams. Dan di bawah pengaruh Syams,
    ia menjalani periode mistik yang nyala, penuh gairah,
    tanpa batas, dan kini, mulai menyukai musik. Mereka
    menghabiskan hari bersama-sama, dan menurut riwayat,
    selama berbulan-bulan mereka dapat bertahan hidup
    tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, khusuk
    menuju Cinta Ilahiah.Tapi hal ini tak lama. Kecemburuan warga Konya,
    membuat Syams pergi. Dan saat Syams kembali, warga
    membunuhnya. Rumi kehilangan, kehilangan terbesar yang
    dia gambarkan seperti kehidupan kehilangan mentari.Tapi, suatu pagi, seorang pandai besi membuat
    Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi itu,
    Shalahuddin, membuat dia ekstase, dan tanpa sadar
    mengucapkan puisi-puisi mistis, yang berisi ketakjuban pada pengalaman syatahat. Rumi pun kemudian bersabahat
    dengan Shalahuddin, yang kemudian menggantikan posisi
    Syams. Dan era menari pun dimulai Rumi, menari sambil
    memadahkan syair-syair cinta Ilahi. “Tarian para
    darwis itulah yang kemudian menjadi semacam bentuk
    ratapan Rumi atas kehilangan Syams,” jelas Talat.Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah
    berhenti menari, kerana dia tak pernah berhenti
    mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat
    peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang
    mencintai jadi yang dicintai. (Aulia A Muhammad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar